Ketua DPRD Natuna Daeng Amhar dan Mantan Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Ikut Bersaksi di Sidang Tipikor Tanjung Pinang

oleh
Ketua DPRD Natuna Daeng Amhar, Mantan Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprati dan anggota DPRD Natuna Bersaksi di Sidang Pengadilan Tipikor Tanjung Pinang. (Foto : Ist)

“Saya masih ragu atas temuan dan saran dari BPK tersebut. Namun kalau sudah ada hasil akhirnya akan saya usahakan pengembaliannya,” kata saksi Abil.

Mendengar jawaban saksi Abil tersebut sempat membuat geram salah satu Majelis Hakim. “Jadi saudara belum yakin dengan temuan BPK tersebut, apa masih menunggu putusan nanti,” ujar salah seorang hakim adhoc, Albiferri SH MH dan membuat mantan anggota DPRD Natuna ini terdiam.

Sementara saksi Deng Amhar, Ketua DPRD Natuna saat ini dalam sidang mengaku saat menjabat Wakil Ketua DPRD Natuna 2007-2015, tidak mengetahui adanya pembahasan tentang besaran tunjangan perumahan sebagaimana SK Bupati yang diterbitkan dimasa itu.

“Belakangan memang ada surat teguran dari BPK terhadap tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Natuna tersebut. Dan saya baru lebih jelas, setelah adanya proses penyelidikan oleh pihak kejaksaan,” ucap Deng Amhar, yang juga adik dari Drs H Daeng Rusnadi, mantan Bupati Natuna.

Dalam sidang, para saksi ini juga lebih banyak mengaku tidak tahu dan lupa, ketika ditanyakan oleh JPU, majelis hakim maupun tim penasehat hukum para terdakwa, terkait ketentuan tentang tunjangan perumahan dinas tersebut.

Dalam sidang sebelumnya terungkap, perbuatan para terdakwa itu berawal dari Pemerintah Kabupaten Natuna telah menyelesaikan pembangunan 19 unit bangunan perumahan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna di kota Ranai Tahun 2010, dengan total anggaran APBD senilai Rp 22 Miliar.

Namun, Rumdis seharga puluhan miliar ini belum dilengkapi sarana dan prasarana seperti belum tersedianya listrik, air minum, dan akses jalan.

Lantaran dianggap belum optimal, Pimpinan DPRD dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna belum bersedia menempati rumah dinas tersebut, karena dianggap belum layak huni.

Terdakwa Hadi Candra selaku Ketua DPRD Natuna, juga berkeinginan melakukan perubahan besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna untuk Tahun 2011, dengan rincian Ketua DPRD senilai Rp 18 juta per bulan. Kemudian Wakil Ketua DPRD Natuna senilai Rp 17 juta per bulan, dan Anggota DPRD Natuna lainnya senilai Rp 15 juta per bulan.

Penentuan alokasi besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna yang dianggarkan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme, yakni usulan Sekwan tidak pernah diajukan kepada Bupati, Tim TAPD, tidak pernah melakukan survei rumah yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2006.

Perbuatan kelima terdakwa ini dilakukan tanpa analisa dan tanpa mempertimbangkan standarisasi satuan harga sewa rumah setempat.

Besaran tunjangan yang ditetapkan Kepala Daerah setempat untuk Tahun 2011 sampai 2015 senilai Rp 14 juta per bulan (Ketua), Rp 13 juta (Wakil Ketua) dan Rp 12 juta (anggota)

Perbuatan para terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf B UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terdakwa telah melakukan, atau turut serta melakukan berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

Dalam perkara ini, kelima terdakwa sejak di penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri, bahkan hingga perkaranya disidangkan, belum dilakukan penahanan di Rutan sebegaimana layaknya dan masih berstatus tahanan kota. (Red)

Share and Enjoy !

Shares

No More Posts Available.

No more pages to load.